Pentingnya Hermeneutik dalam Mengkaji al-Qur'an (II)
(Diambil dari berbagai sumber)
Oleh. Mustofa Faqih.*
Kegiatan memahami al-Qur'an, sebagaimana diurai dalam tulisan-tulisan Mustofa Faqih, diakui melibatkan peranan konsep hermeneutika. Karena itu, hermeneutika menjadi hal yang prinsip dan tidak mungkin diabaikan. Atas dasar itulah hermeneutika perlu diperbincangkan secara komprehensif guna memeroleh pemahaman yang memadai. Berhasil tidaknya penafsir untuk mencapai taraf interpretasi yang optimal, sangat bergantung pada kecermatan dan ketajamannya. Selain itu, tentu saja dibutuhkan metode pemahaman yang memadai. Dari beberapa alternatif yang ditawarkan para ahli tafsir kontemporer dalam memahami al-Qur'an, metode pemahaman hermeneutika dapat dipandang sebagai peralatan konseptuan yang paling memadai.
Pada mulanya hermeneutika adalah penafsiran terhadap kitab-kitab suci. Namun, dalam kurun berikutnya, lingkupnya berkembang dan mencakup masalah penafsiran secara menyeluruh. Dalam perkembangan hermeneutika, berbagai pandangan terutama datang dari para filsuf yang menaruh perhatian pada soal ini. Ada beberapa tokoh yang dapat disebutkan di sini, di antaranya FDE Schleirmacher, Wilhelm Dilthey, Martin Heidegger, Husserl, Emilio Betti, Hans-Georg Gadamer, Jurgen Habermas, Paul Ricoeur, dan Jacques Derrida.
Pada prinsipnya, di antara mereka ada beberapa kesamaan pemikiran yang dimiliki, terutama dalam hal bagaimana hermeneutika jika dikaitkan dengan studi al-Qur'an khususnya dan ilmu-ilmu humaniora dan sosial pada umumnya. Tetapi di samping itu, terdapat pula perbedaan dalam cara pandang dan aplikasinya. Terjadinya perbedaan tersebut pada dasarnya karena mereka menitikberatkan pada hal yang berbeda atau beranjak dari titik tolak yang berbeda. Hermeneutika sebenarnya merupakan topik lama, namun kini muncul kembali sebagai sesuatu yang baru dan menarik, apalagi dengan berkembangnya ilmu-ilmu sosial dan humaniora.
Mengkaji al-Qur'an, sebagai bagian dari ilmu kemanusiaan, merupakan salah satu bidang yang sangat membutuhkan konsep hermeneutika ini. Dengan demikian, hermeneutika seakan-akan bangkit kembali dari masa lalu dan dianggap penting.
Untuk memahami substansi hermeneutika, sebenarnya dapat dikembalikan kepada sejarah filsafat dan teologi, karena hermeneutika tampak dikembangkan dalam kedua disiplin tersebut. Selanjutnya, perkembangan pemikiran tentang hermeneutika secara lambat laun merebak ke berbagai area disiplin lainnya, termasuk juga pada disiplin sastra.
Apabila ditelusuri perihal sejarah perkembangan hermeneutika, khususnya hermeneutika teks-teks, pada awalnya tampak dalam sejarah teologi, dan lebih umum lagi dalam sejarah permikiran teologis Yudio-Krisitiani. Lefevere menyebutnya sebagai sumber-sumber asli, yakni yang bersandarkan pada penafsiran dan khotbah Bibel agama Protestan.
Secara lebih umum, hermeneutika di masa lampau memiliki arti sebagai sejumlah pedoman untuk pemahaman teks-teks yang bersifat otoritatif, seperti dogma dan kitab suci. Dalam konteks ini, dapatlah diungkapkan bahwa hermeneutika tidak lain adalah menafsirkan berdasarkan pemahaman yang sangat mendalam. [Selesai]
2 komentar:
Tulisannya ini oke banget, kapan kita bisa diskusi tentang memahami al-Qur'an. Usmani, Mahasiswa Pasca di Amsterdam.
Tulisannya ini oke banget, kapan kita bisa diskusi tentang memahami al-Qur'an. Usmani, Mahasiswa Pasca di Amsterdam.
Posting Komentar