Pentingnya Hermeneutik dalam Mengkaji al-Qur'an ( I )
(Tulisan disarikan dari berbagai sumber buku)
Oleh. Mustofa Faqih.*
Al-Qur'an sebagai teks agama (al-Qur’an dan as-sunnah) bagi ulama’ kontemporer, tidak cukup dimaknai saja melainkan juga harus dipahami. Pemaknaan dan pemahaman terhadap al-Qur'an, ternyata dalam konteks sekarang ini membutuhkan ilmu hermeneutika. Berbicara tentang ilmu hermeneutik, tentu kita akan ingat uraian E. Sumaryono, sebagaimana dikutip oleh Fakhruddin Faiz, bahwa kata hermeneutik itu sendiri adalah berasal dari bahasa Yunani hermeneuein yang berari “menafsirkan”. Dari kata hermeneuein ini, dapat ditarik kata bendanya yaitu hermeneie, yang berarti "penafsiran atau "interpretasi". Sedangkan kata hermeneutes, bisa bermakna sebagai interpreteur (penafsir) [Fakhruddin Faiz, 2003:20].
Dalam pengertian yang utuh, hermeneutika seringkali dipahami sebagai sebuah instrumen untuk mempelajari keaslian teks kuno dan memahami kandungannya sesuai dengan kehendak pencetus ide yang termuat dalam teks tersebut dengan, salah satunya menggunakan, historis approach. [M. Zuhri, 2003: 84]
Dengan demikian, hermeunetika mengandung pengertian, suatu usaha untuk menafsirkan al-Qur'an dengan mempertimbangkan hal-hal berikut: 1). Dalam konteks apa teks tersebut ditulis? (dalam kasus al-Qur’an yakni dimana wahyu diturunkan?), 2). Komposisi nas dari segi gramatikanya (bagaimana nas menyatakan apa yang dinyatakannya?), dan 3). Nas secara keseluruhan, weltanschauung atau pandangan hidupnya? [Amina Wadud Muhsin, 2001:35-36].
Metode hermeneutika dalam menjelaskan persoalan memahami teks al-Qur'an yang di dalamnya terbentang beberapa landasan hukum, satu yang paling relevan digunakan untuk konteks ini adalah menggunakan hermeneutika Fazlur Rahman dengan teori double movementnya [Fazlur Rahman, 1993: 55-56]. Dalam teori tersebut, Rahman membedakan dua hal, yaitu "ideal moral" dan ketentuan legal spesifik al-Qur’an. Untuk menemukan dua hal tersebut dalam berbagai penjelasannya, Rahman mengusulkan agar dalam memahami pesan al-Qur’an sebagai satu kesatuan adalah dengan cara mempelajari sebuah latar belakang [historisitas] sehingga al-Qur’an dapat dipahami dalam konteks yang tepat. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa bagian hukum Islam yang abadi adalah secara esensial, sedangkan bentuk formalnya menyesuaikan dengan kondisi yang ada.
Adapun bentuk pemaknaan, tidak mengikat pada ruang dan waktu. Pesan al-Qur'an tidaklah berarti dibatasi oleh waktu atau keadaan yang bersifat historis. Baik pembaca maupun Mufassir, harus faham implikasi yang tersirat dari ayat al-Qur'an, sewaktu ayat itu diwahyukan, dalam upaya menentukan waktu utamanya.
Lebih jauh, metode hermeneutika tersebut bisa berfungsi untuk memahami susunan al-Qur'an yang seringkali bermakna ganda atau terkesan ambiguitas. Di sisi lain dalam mengkaji hermeneutik, ada studi Islam modelnya yang menggunakan pendekatan unsur kebahasaan yang belakangan dikenal dengan sebutan pendekatan semantik. Ada dua pendekatan yang umum dilakukan dalam penelitian hukum Islam dengan pendekatan semantik, yaitu pendekatan sisi bahasa dan sisi illat hukum serta hikmah (analogi dan hikmah). Sisi semantik inilah, banyak pakar hukum Islam yang mengkajinya sampai memiliki cakupan yang sangat luas dari mulai struktur gramatikal, objek sampai arti atau dalalah dan maknawi.
Meskipun demikian, pergeseran arti kata dalam memahami ayat-ayat al-Qur'an seringkali terjadi dari generasi ke generasi. Hal ini disebabkan karena berbeda generasi dan perbedaan tempat hidup, mungkin juga perbedaan konteks. [Khoiruddin Nasution, 2004: 156-157]. Dalam keadaan seperti inilah, sangat penting untuk menggunakan kerangka teori dan pendekatan hermenutik dalam memahami teks al-Qur'an.
Dalam pemikiran Islam kontemporer, wacana hermeneutika sebagai solusi atas kebuntuan pemikiran Islam, termasuk hukum Islam dalam berbagai aspeknya dalam menghadapi tantangan zaman seolah menjadi sesuatu yang niscaya. Para pemikir Islam kontemporer seperti Arkoun, Fazlur Rahman, Nasr Abu Zayd, Hassan Hanafi, Khaled Abu Fadhl, dan tokoh-tokoh lainnya senantiasa menyinggung pentingnya metode ini.
Bagi banyak kalangan, kajian kritis keagamaan lewat pendekatan hermeneutik tidak begitu popular dan untuk kalangan tertentu justru cenderung dihindari. Jangankan menggunakan dan menerapkannya dalam kajian-kajian akademik tentang kehidupan sosial-keagamaan, mendengar istilah hermeneutik pun orang sudah antipati. Macam-macam konotasi yang dilekatkan orang terhadap hermenetik. Yang paling mudah diingat adalah predikat relativisme atau istilah yang popular digunakan di tanah air adalah pendangkalan akidah.
Sebagian lain dikaitkan dengan pengaruh kajian Biblical Studies di lingkungan Kristen yang hendak diterapkan dalam kajian al-Quran di lingkungan Islam [M. Amin Abdullah; "Pendekatan Hermeneutik dalam Studi Fatwa-fatwa Kegamaan:Proses Negosiasi Pencari Makna Teks, Pengarang dan Pembaca" makalah, M.Amin Abdullah, "Pendekatan Hermeneutik dalam Studi Fatwa-fatwa Keagamaan Proses Negosiasi Komunitas Pencari Makna Teks, Pengarang, dan Pembaca" pengantar buku edisi Indonesia Atas Nama Tuhan dari Fikih Otoriter ke Fikih Otoritatif karya Khaled M.Abou El Fadl terj. R. Cecep Lukman Yasin,
Tokoh-tokoh lain yang menggagas pembaharuan pemikiran metodologi terutama dalam hukum Islam dengan menggunakan pendekatan hermeneutic tersebut, di antaranya adalah Mahmud Syaltut karyanya Islam Aqidah wa Syari'ah ( Mesir: Dar al-Qalam, tt.)., Yusuf al-Qardlawi karyanya al-Ijtihad fi al-Syari'ah al-Islamiyah Ma'a Nazarat Tahliliyah fi al-Ijtihad al-Mu'asir (ress,1979), terutama Bab II," Approaches to the Understanding of Islam," p.39-69, Mahmud Muhammad Taha dan Abdullahi Ahmed an-Na'im dalam The Second Message of Islam terj. Abdullahi Ahmed an-Na'im ( Syracuse: Syracuse University Press,1987) dan Toward an Islamic Reformation: Civil Liberties, Human Rights, and International Law (Syracuse: Syracuse Universiry Press, 1990), dan Muhammad Syahrur dalam al-Kitab wa al-Quran: Qiraah Mu'asirah (Kairo: Sina lil-Nasyr,1992).
Asumsi kuat dari para pendukung hermeneutika adalah, bahwa pemahaman konvensional terhadap sumber dan ajaran Islam sudah tidak relevan untuk konteks sekarang, karenanya perlu diganti dengan metode pemahaman baru, yaitu hermeneutika. Dengan memahami secara betul tentang hermeneutika, pemahaman dalam mengkaji al-Qur'an bisa tertolong bahkan sangat terbantu. Lalu pertanyaannya adalah; bagaimana cara mengaplikasikan pendekatan hermeneutik di dalam mengkaji al-Qu'an?.
Bersambung…, [Baca; Pentingnya Hermeneutik dalam Mengkaji al-Qur'an (II), http://mustofafaqih.blogspot.com, http://kangmuscenter.tripod.com]. [Tulisan ini disarikan dari berbagai sumber]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar