15 Oktober, 2012


Distribusi Daging Qurban  
Mustofa Faqih*

Lagi-lagi setiap datang bulan Haji, bahkan mulai sebelumnya  sampai dengan mejelang pelaksanaan ibadah qurban, selalu muncul pertanyaan dan masalah terutama seputar distribusi qurban termasuk bulu dan kulitnya yang sesuai dengan syari’at. Menurut Asy Syafi’i, Ahmad dan Malik, melaksanakan penyembelihan qurban adalah sunnah muakkadah. Bahkan menurut Abu Hanifah, wajib.

Pada prisipnya dalam al-Qur’an surat Al-hajj ayat 28 dan 36 ditegaskan bahwa udlhiyah itu sebagian  untuk yang menunaikan qurban (mudlahhy) dan sebagian lagi untuk orang susah yang fakir baik yang meminta maupun yang tidak meminta (Baca Tafsir Ibnu Katsir jilid III hal. 216, Bandingkan dengan Adz-Dzikra jilid IV dal.1390, Lalu baca juga Tafsir Al-Maragy jilid VI hal. 106, lihat pula Al—Furqan hal. 604).

Perintah Allah agar mudlahhy memakan sebagian udhlhiyah-nya pada kedua ayat tersebut hukumnya boleh, tapi sebagian ulama berpendapat sunnah dan yang lainnya wajib (ibn katsir hilid III hal.222). Adapun kadar yang dimakan/ diambil kembali oleh mudlahhy boleh ½ , boleh ¼ nya, lebih baik sedikit saja walaupun hanya sesuap untuk mengambil barokahnya, tidak makan sedikitpun tidak apa jika ada udzur. Kalau qurbannya itu untuk nadzar atau dam (denda pelanggaran haji sang mudlahy) tidak boleh memakan/ mengambilnya kembali (Baca Tafsir Ibn Katsir jilid III hal. 21. Baca juga Kitab Fiqih Sulaiman Rasyid hal.451).

Pembelajaran distribusi dalam masyarakat oleh Nabi saw., disampaikan kepada 3 kelompok, yaitu yang berqurban (mudlahy), dishadaqahkan fuqara' dan dihadiahkan kepada yang dikehendaki. Hal itu sebagaimana disabdakan dalam hadits shahih “Makanlah, berikanlah untuk konsumsi mereka (yang bukofl fuqara') dan shadaqahkan kepada fuqam” (Coba baca Tafsir Ibnu Katsir jld III hal. 223, bandingkan dengan Fiqhus Sunnah jld V hal. 232) 


 Diberikan kepada non Muslim

Hadiah di sini lebih luas dan luwes misalnya kepada panitia, penyembelih (Jagal), famili /handaitaulan yang tahun ini tidak sempat qurban karena sesuatu kebutuhan yang  mendesakdan lain-lain termasuk non muslim. Dalam kitab Al-Fiqhu ‘alal madzahibil arba’ah jilid I hal. 724 dituturkan: "makruh dikirimkan ke  rumahnya, boleh bila mereka bertamu". Karena itu, afdlolnya apabila dengan pernberian itu lega hati dan
menjadi baik, apabila menjadi fitnah maka tidak usah diberi. 


Pemanfaatan kaki, kepala, bulu dan kulitnya

Sebenarnya semua itu adalah bagian (Juz'un) dari udlhiyyah. Maka oleh sebagian jama'ah ada yang semuanya dicacah termasuk tulang, kaki, kepala, bulu dan kulitnya, silahkan saja selagi tidak ada kerepotan dan kesulitan. Tetapi yang menjadi masalah adalah terbuang mubadzirnva kulit yang dirajang dan dibagikan, ketika dimasak yang lain sudah empuk (amoh) kulit dan kikil itu masih amat-amat alot; akhirnya dibuang /tabdzir.Kita  harus  menyelamatkannya  dengan  beberapa   upaya alternatif antara lain: 

Kepala & kaki dirajang, kulitnya dicukur terus dipresto/direbus sampai empuk, dirajang juga kemudian dibagikan. Kepala, kaki dan kulit tersebut dihadiahkan misalnya kepada masjid /mushola, panitia, penyembelih atau tukang kelet, atau perorangan lainnya. Selanjutnya oleh mereka /penerima bisa dimanfaatkan untuk alat perkakas masjid /rumah, dimasak untuk pesta kecil dll nya. 

Untuk upah tukang jagal /kelet

Memang secara leterlek dalam hadits tidak boleh untuk upah /dijual.  Lihat saja dalam Subulus Salam jld IV hal. 95, yang artinya;

Diriwayatkan dari Ali Ibnu Abi Thalib RA, dia berkata; Aku disuruh Rosul saw. Menangani qurbon beberapa untanya, dan membagikan daging, kulit dan jeroannya kepada orang-orang miskin, dan tidak saya berikan /tidak saya ambilkan dari qurban itu untuk upah penyembelihnya". (HR Bukhari Muslim). 

Baca juga di dalam Fiqih Sulaiman Rasyid hal. 451 tertera hadits yang artinya;  

Diriwayatkan dari Said, Nabi saw. bersabda: jangan kamu jual daging hadyi (qurban sebagai dam /denda penyelenggara haji) dan daging qurban, dan makanlah dan shadaqahkanlah ia dan ambillah manfaat kulitnya dan jangan kamu menjualnya". (HR Ahmad) 

Akan tetapi seandainya diantara panitia /rekan tidak ada yang bisa menyembelih dan menguliti dengan gratis, sedangkan yang ada jagal dan tukang kelet yang memang profesinya, maka kalau mereka mau menerima hadiah kepala, kaki dan kulitnya tanpa fulus lagi ya tidak masalah. Tetapi kalau maunya mesti upah fulus, sedangkan dananya tidak ada, ya berikan uang dan kepala kaki, kulit dijual untuk penggantinya dan untuk keperluan peralatan seperti plastik, keranjang dan sebagainya. 

Dalam hal itu Imam Abu Hanifah, An Nakhaly, Al Auzaly dan Atha’ memperbolehkan kulit itu ditukar daging atau dijual (Baca sekali lagi kitab Subulus Salam jld IV hal. 95 dan Tafsir Ibnu Katsir jld III hal. 223, jug abaca di Rahmatul Ummah-Fihtilaafil a'immah hal. 120) 

Bolehkah udlhiyah itu digunakan fii sabilillah dalam arti luas seperti membangun masjid /madrasah /jembatan /jalan umum, kajian /penelitian & pengembangan syari'at Islam, bea siswa sekolah dsb.
 Manakala Allah menjadikan negara kita subur makmur lohjinawi setiap kepala keluarga bahkan perorangannya mampu merealisir tuntunan qurban ini, maka kita benar-benar mampu menyelenggarakan pesta umat dalam "pekan menu tambahan protein hewani" selama 4 hari yaitu hari ied tgl 10 dan hari-hari tasyrik s/d 13 dzulhijjah, bahkan melimpah ruah /berlebihan; maka kita bisa mengambil kebijakan antara lain:

- Mengalihkan distribusi ke negara /desa lain. Kalau negara /desa lain sudah sama melimpah ruah, atau kita tidak tahu persis siapa-siapa /mana yang membutuhkan maka kita jadual, kita arahkan agar sebagian kita terima hewan qurbannya dan sebagian dimohon infaqnya.  

- Kalau sulit diarahkan, ya kita terima saja hewan qurbannya, kemudian sisa yang melimpah ruah itu dimanfaatkan sabilillah. Jangan dibuang, jangan mubadzir.

* Pengamat sosial keagamaan, tinggal di Yogyakarta.

Tidak ada komentar: