27 Maret, 2009

Ajaklah Ruh-Mu untuk Menemukan Potensimu

Oleh. Mustofa Faqih.*

Dua jam yang lalu, di hari Jum'at wage 27 Maret 2009, penulis bertemu dengan seorang Guru Seni, sengaja Guru Seni ini datang ke penulis untuk ngobrol santai menghilangkan kejenuhan kehidupan yang ada. Tidak berubah pandangannya dari 7 tahun yang lalu, bahwa kehidupan pada dasarnya, kata dia, memang haruslah dicipta oleh manusia yang telah dipenuhi multi potensi oleh Tuhan. Jika seperti itu, maka konsep dasar dari seorang hamba Tuhan, sebagaimana dia bilang, adalah kesucian potensi yang dihujamkan Tuhan kepada hamba-Nya itu. Tapi mengapa, dia tanya kepada penulis, banyak di antara kita yang tidak menyadari hal itu?. Bahkan anehnya, kata dia, di antara kita ada yang melarikan diri dari potensi yang dimiliki, lalu membuang banyak potensi yang telah diberikan Tuhan dan sebaliknya mengemis kepada manusia mengerjakan sesuatu yang sangat sepele sekali. Bukan menerima pemberian dari Tuhan langsung, namun malah meminta kepada hamba Tuhan. Maka, yo wajar saja, jika mereka dimasukkan pada wilayah kebingungan, wilayah yang sangat paling rendah.

Tersentaklah penulis mendengar obrolan santai itu, lalu sesegera mungkin penulis meminum kopi yang sedari tadi telah tersedia di depan kami. Kopi hangat Capucino pun terminum sudah, lalu dengan tenang penulis me-refresh pikiran-pikiran yang sudah lama terkuburkan oleh kesibukan semu penulis selama ini. Tuhan menyadarkan penulis lewat Guru Seni ini terkait tentang spirit dari surah at-Tin dalam kitab al-Qur'an yang dulu sering penulis kaji bersama Angin-Air-Tanah dan Api yang selalu menjadi teman akrab penulis di saat sepi sendiri.

Perenungan pun penulis mulai. Penulis mengingat bahwa surah at-Tin, surah ke 95 yang ada di dalam kitab al-Qur'an, mengajarkan kita bersama akan hebatnya Tuhan dalam mencipta potensi manusia. Sesungguhnya Tuhan telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya, Laqad Kholaknal Insana Fi Ahsani Taqwim. Akan tetapi manusia tidak menyadari potensi itu, Tsumma Radadnahu Asfala Safilin, lalu Tuhan pun menaruhnya, membalikkannya, menempatkannya, pada tempat yang sangat rendah alias bukan pada tempat yang tinggi, bukan pada tempat yang baik, setinggi dan sebaik potensi yang telah dimiliki. Fenomena itu terlihat semakin banyaknya manusia yang menghindari potensi yang dimiliki. Bahkan banyak sarjana-sarjana cerdas yang berbondong-bondong bekerja bukan pada bidangnya, bukan pada potensi sucinya, bukan pada bidang keahliannya, bukan pada wilayah yang harus dia lakukan, bukan pada apa yang seharusnya dia lakukan. Lalu yang terjadi, hakikat potensi yang pada dasarnya dipunyai, menjadi pelan-pelan hilang, pelan-pelan sirna, pelan-pelan meninggalkan manusia ini. Kemudian hilanglah potensi murni yang dimiliki manusia ini. Akhirnya muncul-lah manusia-manusia, SDM-SDM, yang tanpa berpotensi murni, yang tanpa berpotensi hebat, yang tanpa berpotensi luar biasa, sebagaimana aslinya.

Itulah, kata penulis, awal kebingungan manusia yang hidup di bumi ini. Bumi menjadi ramai penuh sesak dengan SDM-SDM yang tidak jelas karena membuang keaslian potensi yang dimiliki. Banyak di antara kita yang lebih senang memenjarakan potensi yang dahsyat, potensi yang luar biasa, potensi yang sangat berguna jika diaplikasikan, potensi unik yang berbeda, potensi yang tiada taranya. Itulah, menurut penulis, inti dari spirit surat at-Tin. Yaitu adanya multi potensi [ahsani taqwim] yang diberikan Tuhan kepada mahluk Manusia [khalaqnal insana], bukan kepada mahluk yang lain. Namun sayang, banyak di antara manusia, sebagai mahluk yang terbaik, meninggalkan multi potensi tersebut. Akhirnya, karena meninggalkan potensi yang luar biasa tersebut, banyak manusia yang bermental budak dan menjajah, melakukan tindakan-tindakan yang tidak semestinya harus dilakukan [asfala safilin].

Hela nafas pun kembali penulis lakukan sambil meminum kopi Capucino. Ada sesuatu yang aneh terjadi dan menggejala bahkan manusia menjadi korban, gumam penulis dalam hati saat itu. Lalu bagaimana manusia bisa keluar dari sesuatu yang aneh tersebut, tanya Guru Seni kepada penulis. Satu hal penting yang utama, jawab penulis, adalah ajak ruh kita untuk menemukan potensi-potensi kita yang mulai berhamburan, mulai hilang entah kemana karena kerjaan semu yang tidak jelas. Coba mengobrollah, diskusilah, BERBICARA DENGAN RUH kita, ajak dia kemana pun kau pergi, BERILAH DIA PERHATIAN meskipun hanya sebentar, untuk MENEMUKAN POTENSI dahsyat yang telah diberikan Tuhan kepada kita. Janganlah melulu hanya fisikmu saja yang kau ajak bicara, berilah keseimbangan baik kepada ruh dan fisikmu.

JANGAN PENJARAKAN RUHMU untuk membebaskan fisikmu, jangan ikat ruhmu untuk melepaskan fisikmu liar kemana-mana. Biarkan pula ruhmu mengajakmu bertamasya, temanilah ruhmu kemana dia mau pergi, ajaklah dia ngobrol, temukan potensimu pada ruhmu yang Abadi. INGAT DAN SADARLAH, kata penulis dalam hati, bahwa FISIKMU pada mulanya tidak bisa bergerak tanpa ada RUH. Karena ada RUH itulah, fisikmu lalu bisa bergerak, melihat, merasa, bekerja, beraktifitas, dll. Ruhmu itulah yang terpenting, jika RUHMU hilang maka seluruh aset fisikmu yang tiap hari kau kagumi itu, akan ikut hilang. RUH itulah, pikir penulis, yang menjadikan fisikmu berguna bagi kamu. TANPA ruh, fisikmu TIDAK BERARTI, maka AJAKLAH ruh mu, temukan hak POTENSI mu yang luar biasa hebat itu. Lalu, jam di dinding menunjukkan pukul 11:00 WIB, yang artinya ritual salat Jum'at akan mulai dilaksanakan, maka kami pun bubaran untuk melanjutkan obrolannya di hari-hari yang akan datang.



* Penulis adalah peneliti lepas & pengamat problem sosial-agama dan budaya. Penulis bisa disapa di http://kangmus.tripod.com

Tidak ada komentar: