20 Januari, 2010

Makna Natal Bagi Kehidupan

Oleh. Mustofa Faqih.*

Hari Jum'at Pahing kemarin, 25 Desember 2009, umat Kristiani bergembira menyambut dan merayakan hari Natal. Peringat
an Natal yang jatuh pada hari Jum'at tersebut, sungguh cukup nampak menggembirakan sekalipun kondisi Indonesia khususnya penuh dengan suasana sedih. Bencana lumpur lapindo yang tidak kunjung usai, gempa yang masih saja terasa di berbagai daerah kawasan Indonesia, grafik kemiskinan yang semakin meningkat, bahkan harga sembako yang juga semakin tinggi belum lagi kriminalitas yang menjadi-jadi, tentu saja menambah kesedihan tersendiri bagi rakyat Indonesia saat ini. Namun, meskipun aura sedih menyelimuti rakyat Indonesia, peringatan Natal terlihat cukup mampu mereda kesedihan.

Tidak sedikit masyarakat Indonesia memahami bahwa merayakan Natal harus d
engan berpakaian yang serba mewah, makanan yang serba lezat, pasang lampu yang berwarna-warni. Hampir di pelosok desa dan kota-kota besar, terlihat keramaian yang luar biasa untuk merayakan Natal. Namun, jika disadari, Natal subtansinya bukanlah terletak pada kerlap-kerlip lampu, hiasan yang indah dipandang mata, ataupun tersedianya makanan serba enak, mimpi yang indah atau juga nyanyi nyanyian yang merdu mendayu. Akan tetapi, Natal pada dasarnya lebih bermakna kearah membantu orang yang mengalami kesulitan dan kesusahan dalam kehidupan. Oleh sebab itu, pada momen Natal, selayaknya umat manusia patut saling mengingatkan, agar tidak terlalu terjebak pada hal hal keduniawiaan semata yang bersifat sementara, namun lebih senantiasa dapat memaknai hari Natal sebagai hari kelahiran Yesus.

Dalam perspektif umat Kristiani, Yesus dihormati sebagai sang penebus dosa-dosa yang memungkinkan kembalinya umat manusia diterima dengan baik oleh Tuhan. Dengan demikian, Tuhan sendiri mendekat, mau menerima manusia, mau bertegur sapa sehingga manusia bisa berharap, dan bisa membuka hati. Figur tokoh Yesus yang lahir hidup dalam suasana sengsara dan nestapa, selayaknya diperingati untuk melahirkan rasa semangat setia kawanan kepada mereka yang lemah dan membutuhkan. Kondisi lahirnya tokoh Yesus itulah, sudah barang tentu dijadikan spirit kehidupan bagi umat manusia untuk selalu bersyukur dan senantiasa bisa berbuat baik kepada sesama.

Tanda solidaritas dengan orang miskin dan lemah yang
tidak punya bahkan menjadi korban kepentingan manusia lain, sesungguhnya cukup bisa menjadi suri tauladan untuk bisa bersikap bersahaja, spirit untuk mau berbaik, tidak berkeras hati, dan selalu berpihak pada kehidupan orang kecil dan lemah, serta tidak memberi ruang pada kebencian dan rasa balas dendam. Kondisi demikian itu sungguh merupakan subtansi makna Natal yang penting untuk diteladani dimanapun dan kapanpun.

Meneladani sejarah Natal itulah yang sejatinya perlu dibangun kembali untuk diaplikasikan pada ranah kehidupan yang lebih riil. Apa yang bisa diambil dari peringatan Natal adalah, bagaimana manusia mampu mengekang nafsu birahi keduniaan, apapun bentuknya. Tentu pada konteks rakyat Indonesia yang sering ditimpa musibah, menjadi sangat penting untuk bisa disadari. Bagaimana kita sebagai manusia, mampu hidup di dunia ini dengan saling tolong menolong, saling memperhatikan untuk berbuat baik, kasih mengkasihi, berperilaku sopan antar sesama.

Untuk itu, penting disadari bahwa Natal sejatinya tersimpan makna kehidupan yang positif, yaitu bahwa Natal merupakan hari kegembiraan atas datangnya Immanuel, sang penebus dosa. Umat Kristiani percaya bahwa dalam wujud bayi anaknya Maria itu, telah menunjukkan atas solidaritasNya dengan manusia, dan itu merupakan suatu kegembiraan besar. Karena dengan demikian ada jaminan dari Tuhan bahwa manusia dengan kehidupannya tidak dibiarkan dengan segala macam belenggu dosa dan kejahatannya. Natal juga memiliki nilai-nilai ajaran yang ingin diberikan Tuhan kepada Manusia melalui tokoh Yesus dengan berbagai ajaran kehidupan baiknya.

* Penulis adalah alumni Jurusan Tafsir dan Hadis, Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Tidak ada komentar: