Jenggotmu, Jubahmu, Celana Cingkrang di atas Mata Kaki itu,
BUKAN AJARAN ISLAM...!!
Oleh. Mustofa Faqih.*
Spirit bangkitnya moralitas manusia, dewasa ini menjadi problem serius bagi Negara. Problem serius ini muncul ketika perilaku umat Islam sebagai pelestari budaya Islam menganggap bahkan mengklaim bahwa perilakunya sebagai perilaku yang paling benar dan yang lainnya salah. Padahal pada hakikatnya, menurut penulis, perilaku tersebut bukan perilaku ajaran umat Islam melainkan perilaku yang memakai budaya lain, yakni budaya Arab.
Apa yang menjadi persoalan adalah, hilangnya tiap-tiap budaya lokal knowledge sebagai kekuatan bangsa pribumi yang konon pernah menjadi senjata untuk melawan penjajah. Karena itu wajar jika hadirnya ajaran Islam yang terjebak pada manivestasi budaya Arabisme, tak terbantahkan telah menghilangkan budaya lokal pedesaan-kebangsaan di tiap-tiap daerah yang ada di Indonesia.
Karena itu Islam sebagai agama yang terkenal memiliki watak rahmatan lil’alamin, sudah saatnya tak bisa diakui ketika apa yang terlihat secara empirik-praksis mengindikasikan bahwa Islam bukanlah merahmati bagi alam semesta melainkan melaknati kultur bangsa sebagai sunnah Tuhan yang abadi. Simbol rahmatan lil’alamin yang menempel pada agama Islam selama ini menjadi punah dan berganti dengan simbol la’natan lil’alamin (melaknati kultur alam termasuk di dalamnya budaya dan sebangsanya).
Seakan nyaris menyedihkan bahkan mengecewakan umat Islam sedunia tatkala umat Islam memperdengarkan dan membuat kerusuhan-kerusuhan yang ada di muka bumi. Semua aktifitas kebudayaan dan tradisi yang terlihat bukan menampakan manivestasi Islam, buru-buru dituduh dan diklaim sebagai aktifitas buruk, aktifitas syaitanik, atau yang berujung dengan pentakfiran sepihak dengan meninggalkan label syirik, khurafat, bid’ah bagi mereka yang menampilkan aktifitas budaya local (baca; tradisi dan budaya).
Umat Islam yang mengklaim bahwa perilakunya adalah sunnah Nabi lalu mengklaim paling benar sendir, sering kali terlihat ingin menang sendiri (sewenang-wenang). Artinya, ketika sebagian umat Islam memperlihatkan perilaku dengan tidak memakai jubah, tidak berjengot atau tidak bercelana di bawah lutut, maka sebagian umat Islam tersebut dituduh bukan pengikut Nabi Muhammad alias bukan umat Islam.
Pertanyaannya kemudian adalah, apakah memang budaya berperilaku yang diklaim sebagai sunnah Nabi dan sangat Islami tersebut (seperti: berjengot, bersorban, bercelana di bawah lutut), merupakan inti semangat ajaran Islam?. Atau itu malah bukan ajaran Islam melainkan bentuk tradisi dan budaya orang Arab saja?. Terserah Saudara memahami, tapi harus ada bukti valid, dan ingat, Islam tidak pernah mengajarkan tentang klaim paling benar sendiri, lalu menuduh orang lain salah. Islam tidak mengajarkan berjenggot lalu membawa pedang, clurit, bom kemudian merusak alam sekitar dengan dalih Jihad. Yg demikian bukan Islam. Islam yg sesungguhnya sangat santun, sopan, baik hati, tidak pernah merusak alam sekitar.
Penulis, adalah Pengamat Kehidupan, tinggal di Yogyakarta.
BUKAN AJARAN ISLAM...!!
Oleh. Mustofa Faqih.*
Spirit bangkitnya moralitas manusia, dewasa ini menjadi problem serius bagi Negara. Problem serius ini muncul ketika perilaku umat Islam sebagai pelestari budaya Islam menganggap bahkan mengklaim bahwa perilakunya sebagai perilaku yang paling benar dan yang lainnya salah. Padahal pada hakikatnya, menurut penulis, perilaku tersebut bukan perilaku ajaran umat Islam melainkan perilaku yang memakai budaya lain, yakni budaya Arab.
Apa yang menjadi persoalan adalah, hilangnya tiap-tiap budaya lokal knowledge sebagai kekuatan bangsa pribumi yang konon pernah menjadi senjata untuk melawan penjajah. Karena itu wajar jika hadirnya ajaran Islam yang terjebak pada manivestasi budaya Arabisme, tak terbantahkan telah menghilangkan budaya lokal pedesaan-kebangsaan di tiap-tiap daerah yang ada di Indonesia.
Karena itu Islam sebagai agama yang terkenal memiliki watak rahmatan lil’alamin, sudah saatnya tak bisa diakui ketika apa yang terlihat secara empirik-praksis mengindikasikan bahwa Islam bukanlah merahmati bagi alam semesta melainkan melaknati kultur bangsa sebagai sunnah Tuhan yang abadi. Simbol rahmatan lil’alamin yang menempel pada agama Islam selama ini menjadi punah dan berganti dengan simbol la’natan lil’alamin (melaknati kultur alam termasuk di dalamnya budaya dan sebangsanya).
Seakan nyaris menyedihkan bahkan mengecewakan umat Islam sedunia tatkala umat Islam memperdengarkan dan membuat kerusuhan-kerusuhan yang ada di muka bumi. Semua aktifitas kebudayaan dan tradisi yang terlihat bukan menampakan manivestasi Islam, buru-buru dituduh dan diklaim sebagai aktifitas buruk, aktifitas syaitanik, atau yang berujung dengan pentakfiran sepihak dengan meninggalkan label syirik, khurafat, bid’ah bagi mereka yang menampilkan aktifitas budaya local (baca; tradisi dan budaya).
Umat Islam yang mengklaim bahwa perilakunya adalah sunnah Nabi lalu mengklaim paling benar sendir, sering kali terlihat ingin menang sendiri (sewenang-wenang). Artinya, ketika sebagian umat Islam memperlihatkan perilaku dengan tidak memakai jubah, tidak berjengot atau tidak bercelana di bawah lutut, maka sebagian umat Islam tersebut dituduh bukan pengikut Nabi Muhammad alias bukan umat Islam.
Pertanyaannya kemudian adalah, apakah memang budaya berperilaku yang diklaim sebagai sunnah Nabi dan sangat Islami tersebut (seperti: berjengot, bersorban, bercelana di bawah lutut), merupakan inti semangat ajaran Islam?. Atau itu malah bukan ajaran Islam melainkan bentuk tradisi dan budaya orang Arab saja?. Terserah Saudara memahami, tapi harus ada bukti valid, dan ingat, Islam tidak pernah mengajarkan tentang klaim paling benar sendiri, lalu menuduh orang lain salah. Islam tidak mengajarkan berjenggot lalu membawa pedang, clurit, bom kemudian merusak alam sekitar dengan dalih Jihad. Yg demikian bukan Islam. Islam yg sesungguhnya sangat santun, sopan, baik hati, tidak pernah merusak alam sekitar.
Penulis, adalah Pengamat Kehidupan, tinggal di Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar