19 April, 2011

REDOMINASI, DAPAT HEMAT BIAYA CETAK Rp. 15 TRILIUN
Sumber berita diambil dari http://.ibtimes.com

Bank Indonesia (BI) menyatakan hasil kajian tentang berbagai efisiensi yang dapat diperoleh dari pelaksanaan redenominasi adalah penghematan biaya pencetakan uang hingga Rp15 triliun oleh bank sentral.

Ketua Riset Ekonomi Direktorat Kebijakan Moneter Bank Indonesia Iskandar Simorangkir mengatakan, penghematan tersebut diperoleh dari frekuensi pencetakan pecahan mata uang yang menjadi lebih sedikit, sehingga dengan menghilangkan tiga digit angka nol di setiap pecahan rupiah, uang kertas ribuan diganti dengan uang logam yang lebih awet. "Biasanya, uang logam ini memiliki umur ekonomis melebihi 10 tahun. Otomatis,biaya pencetakan uang akan berkurang frekuensinya," katanya. Iskandar pun menjamin dengan redenominasi tidak akan memakan biaya besar karena pelaksanaannya dilakukan secara bertahap, jadi jumlah dan jadwal pencetakan uang pecahan baru akan disesuaikan dengan jumlah dan jadwal penarikan uang lama sehingga tidak mungkin terjadi inflasi.

Hal itu pun sudah dijelaskan oleh Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution mengenai masa transisi untuk redenominasi yang membutuhkan waktu 10 tahun dengan tiga tahapan, dimulai pada 2013 dan berakhir pada 2020.

Bank Indonesia belum mempunyai hitungan untuk biaya sosialisasinya, namun Iskandar memperkirakan tidak akan mahal jika dilakukan program 3D yang dijalin BI dengan beberapa organisasi masyarakat.

Direktur Makro-Ekonomi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Priambodo menilai bahwa tahapan dalam redenominasi akan menimbulkan kerumitan dalam sistem pembayaran nasional.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Aviliani mengatakan penerapan redenominasi juga tidak bisa dipandang sekedar untung rugi keuangan negara saja, tetapi ada masalah utamanya yaitu sosialisasinya. Karena para pengusaha yang paling terkena dampaknya, harus berinvestasi lagi untuk mengganti pembukuan.

Ekonom Standart Chartered Bank Fauzi Ichsan menilai, kebijakan redenominasi memang harus mengeluarkan biaya, tetapi akan lebih praktis untuk jangka panjang. Jadi saat ini perlu dilakukan sosialisasi redenominasi kepada masyarakat secara benar, agar jangan disalahartikan sebagai sanering sehingga masyarakat tidak akan panik.

Pengamat pasar modal Yanuar Rizky mengatakan, pemerintah seharusnya turun tangan dalam menjelaskan masalah tersebut sehingga akan menghindari kepanikan pasar, karena kondisi mata uang rupiah sudah menguat tertinggi selama setahun terakhir, namun penguatan tertinggi tersebut juga menyebabkan fluktuasi tinggi, sekaligus menjadi bahan spekulasi investor.

Ekonom Bank Mandiri Mirza Adityaswara berpendapat redenominasi rupiah tidak perlu dilakukan dan tidak urgent meski bisa menghemat biaya pencetakan uang hingga Rp15 triliun, karena yang terpenting adalah fokus menurunkan inflasi dan risiko peningkatan impor

Tidak ada komentar: